Jumat, 22 Maret 2024

RATU YANG DIBENCI RAKYAT BANTEN (BERSEKONGKOL DENGAN KOMPENI, SIASAT LICIK RATU HABIBAH KLAN BAALAWI DAN MENGAKU KETURUNAN NABI UNTUK RAIH KEKUASAAN)



Tak jauh dari menara mercusuar, kira-kira 200 meter terdapat kompleks makam seluas 4×6 meter. Menurut catatan sejarah, makam ini merupakan milik Ratu Habibah klan Ba'alawiy bernama  Fatimah. Beliau adalah yaman yang berkuasa di Kesultanan Banten atas kehendak Gubernur Jendral Baron Van Imhoff.

Sebenarnya ada empat makam, semuanya tertutup atap. Tidak jelas mana yang merupakan makam Ratu Syarifah. Yang pasti, makam ini sering diziarahi. Itu terlihat dari jejak-jejak peziarah.

Kondisi makam cukup terawat. Dengan dilapisi keramik pada bagian lantainya, makam ini nyaman untuk diziarahi pengunjung. Namun di malam hari tampaknya sulit untuk dikunjungi mengingat kompleks makam dan jalan menuju lokasi tidak terdapat cahaya penerang. Praktis, di malam hari hanya cahaya rembulan sebagai satu-satunya sumber cahaya.

 Sultan Muhamad Zainul Arifin atau Sultan Sepuh menikahi  Ratu Syarifah Fatimah seorang janda cantik  keturunan Ba'alawi asal Pekojan Batavia yang ambisius. Sebagai seorang permaisuri, Ratu Syarifah Fatimah tergolong mendominasi kekuasaan suaminya dengan membuat keputusan-keputusan yang membuat situasi menjadi tidak stabil. Sang ratu ternyata merupakan agen VOC yang diberi tugas untuk melakukan perluasan kekuasaan di kalangan keluarga Keraton Banten.

Sementara untuk memperoleh kepercayaan rakyat Banten , Ratu Syarifah Fatimah mengkampanyeukan bahwa dirinya adalah keturunan Nabi Muhammad SAW.  Namun Lambat laun upayanya itu akhirnya diketahui publik.

Bermula dari penolakan Pangeran Gusti, calon putra mahkota Banten, untuk menikah dengan saudara Ratu Syarifah Fatimah. Akibat penolakan itu Sang Ratu menentang pengangkatan Pangeran Gusti sebagai putra mahkota Banten. Bahkan Ratu Syarifah Fatimah mengajukan keponakannya, yaitu Pangeran Syarif Abdullah sebagai calon putra mahkota.

Karena pengaruhnya yang kuat, Sultan Sepuh tidak bisa memutuskan hal tersebut dan menyerahkan kepada VOC. Maka Kapten Brouwer yang bertindak atas nama Gubernur Jendral Gustaf W.van Imhoff (1743-1750) memutuskan bahwa Pangeran Syarif ditetapkan sebagai calon putra mahkota Banten. Untuk mengamankan situasi dan keputusan tersebut  Ratu Syarifah Fatimah menyuruh  Pangeran Gusti pergi ke Batavia. Di tengah perjalanan, Pangeran Gusti ditangkap tentara VOC dan diasingkan ke Sri Lanka (Ceylon) pada tahun 1747.

Ratu Syarifah Fatimah semakin berambisi menguasai Banten karena VOC menjanjikan kedudukan tinggi di Kerajaan Banten. Tindakannya semakin semena-mena dengan menyingkirkan kerabat keraton yang menentang dirinya. Ketika Sultan Sepuh mulai menyadari apa yang terjadi, Ratu Syarifah Fatimah malah melaporkan ke VOC bahwa Sultan Sepuh telah menjadi gila dan menjadi provokator bagi rakyat Banten untuk menentang VOC.

Menanggapi hal tersebut, pada 1748 VOC mengirim satu armada ke Banten untuk membawa Sultan Sepuh dengan alasan untuk dirawat di Batavia. Kenyataannya Sultan Sepuh ditangkap dan diasingkan ke Ambon.

Akhirnya Pangeran Syarif melenggang menduduki takhta Sultan Banten dan Ratu Syarifah Fatimah diangkat menjadi mangkubuminya. Sebagai balas jasa kepada VOC, Ratu Syarifah Fatimah memberi imbalan berupa kebebasan VOC untuk menguasai pantai utara Tatar Sunda dan daerah Sukabumi Selatan. Selain itu VOC juga mendapat ganti rugi dalam bentuk setengah dari hasil tambang emas di Tulang Bawang, produksi lada di Lampung dan timah di dekat Tanggerang.

Akibat kesewenangannnya itu, timbul konflik di tubuh keluarga Kesultanan Banten. Tindakan Ratu Syarifah Fatimah tidak disetujui anggota keluarga kerajaan yang menilai bahwa mereka berdua bukanlah keturunan Sultan Hasanudin dan tindakannya kepada Sultan Sepuh sudah sangat keterlaluan. Namun kerabat keraton tidak berani terang-terangan menentang, karena Ratu Syarifah Fatimah dilindungi VOC yang semakin kuat kedudukannya.

Akhirnya muncul perlawanan sporadis dari Ratu Bagus Buang yang membuat Pangeran Syarif dan Ratu Syarifah Fatimah merasa kuatir. Namun serangan Ratu Bagus Buang tidak mampu mencapai target kemenangan. Maka Ratu Bagus Buang menemui pamannya, Kyai Tapa di Gunung Munara untuk bergabung menentang penguasa Banten dan VOC. Setelah dicapai kesepakatan maka  disusunlah rencana  untuk mempersiapkan perlawanan. Ratu Bagus Buang melakukan konsolidasi terhadap bangsawan Banten, sedangkan Kyai Tapa memobilisasi massa melalui pesantren-pesantren yang didirikan olehnya dan oleh murid-muridnya sebagai kekuatan inti pasukan.

Oktober 1750 Ratu bagus Buang dan Kyai Tapa menggerakan pasukan menyerang Keraton Surosowan.  Dalam pertempuran hebat, pasukan Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang dapat mengalahkan pasukan Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif di beberapa tempat.

Ketika kemenangan hampir dapat diraih, muncul militer VOC dengan jumlah yang besar berhasil menyelamatkan kekalahan Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif. Pasukan Kyai tapa dan Ratu Bagus buang akhirnya mundur dari ibu kota untuk mempersiapkan serangan berikutnya.

Nopember 1750 pasukan Ratu bagus Buang dan Kyai Tapa melakukan serangan mendadak ke dua titik, yaitu ke Keraton Surosowan dan Benteng Speelwijk. Serangan tersebut setelah sebelumnya dilakukan persiapan matang oleh Kyai Tapa yang memang berniat untuk menghancurkan Benteng Speelwijk yang merupakan lambang kekuasaan VOC di Banten. Informasi tentang seluk beluk kekuatan VOC di dalam benteng tersebut didapatkan oleh Kyai Tapa dari Tisnanagara yang menjadi penjaga gerbang Benteng Speelwijk.  Akhirnya serangan tiba-tiba di dua titik tersebut berhasil meraih kemenangan dengan merebut Keraton Surosowan dan menghancurkan Benteng Speelwijk.

Kyai Tapa kemudian menugaskan Ratu Bagus Buang untuk mempertahankan keraton dan ibukota, sedangkan Kyai Tapa bersama pasukannya melanjutkan serangan ke Batavia. Dalam perjalanan, Pasukan Kyai Tapa berhasil menguasai benteng-benteng De Kwaal di Tanggerang, Drechterland di Leuwiliang Bogor, Westergo di Ciampea Bogor dan tempat kedudukan serdadu VOC di sepanjang Sungai Ciliwung.

Perlawanan hebat yang diperlihatkan oleh Pasukan Ratu bagus Buang dan Kyai Tapa betul-betul membuat VOC sangat khawatir. Akhirnya Gubernur Jendral Jacob Mossel yang menggantikan van Imhoff tahun 1750 mengajukan gencatan senjata kepada Ratu bagus Buang dan Kyai Tapa.

VOC menawarkan perjanjian yang isinya pertama, Ratu Syarifah, Sultan Syarif dan kroni-kroninya akan diusir dari Banten, karena berdasarkan analisis Mossel, merekalah biang keributan munculnya perlawanan dari Kyai Tapa dan ratu bagus Buang.

Kedua, Pangeran Gusti akan dipulangkan dari Srilanka. Ketiga, Untuk sementara Banten akan dipimpin Pangeran Adi Santika sebagai pejabat Sultan Banten. Keempat, blokade Banten dari laut dihentikan dengan segera. Perjanjian tersebut direalisasikan dengan penangkapan Ratu Syarifah Fatimah, Pangeran Syarif dan kroninya Kapten Falck dan membuang mereka ke Pulau Edam di Teluk Batavia.

Sumber

  1. Buku Sejarah Tatar Sunda jilid 1
  2. https://daerah.sindonews.com/read/628469/29/bersekongkol-dengan-kompeni-siasat-licik-ratu-syarifah-raih-kekuasaan-berakhir-di-pengasingan-1639494728
  3. https://ditulis.id/ratu-syarifah-fatimah-malah-dibuang-ke-pulau-edam/

=*=

Rekam jejak Ratu Syarifah yang keturunan Arab dari klan Ba'alawi asal Koja (Pekojan; kampung arab di Batavia) sangat membekas dalam catatan sejarah rakyat Banten.

Alwi Shahab, wartawan senior Republika dan pemerhati sejarah Jakarta, mengatakan Ratu Syarifah merupakan sosok yang paling dibenci rakyat Banten. Itu karena naiknya Syarifah sebagai Ratu tidak terlepas dari peran Belanda.

"Jadi, tadi ada yang tanya sama saya, apakah dia seorang pengkhianat atau pahlawan. Tapi kalau dilihat dari dukungan Belanda, maka anda bisa menilai sendiri," kata Abah Alwi, demikian sapaan akrabnya, saat memberikan penjelasan kepada peserta 'Melancong Bareng Abah Alwi', Ahad (8/7).

Sebabnya, lanjut dia, ketika gubernur Van Imhoff diganti maka rakyat Banten meminta Ratu Syarifah diasingkan. Itulah mengapa Ratu Syarifah diasingkan di pulau Edam. "Jadi, ia menetap dan akhirnya meninggal di sana," kata Abah.

Sebelum selesai menjelaskan, ada peserta bertanya,"Bah, cantik nggak Ratu Syarifah,". Abah menjawab,"Cantiklah..,".

Sumber: https://www.republika.co.id/berita/event/jalan-bareng-abah-alwi/12/07/08/m6ts51-ratu-yang-dibenci-rakyat-banten

=*=

"Akal Koja" adalah Istilah Rakyat Banten Untuk Mengenang Kelicikan Syarifah Fatimah.

Kelicikan Ratu Syarifah Fatimah tidak dapat dilupakan oleh masyarakat Banten. Keberhasilan penyusupan Syarifah Fatimah ke dalam Keraton adalah benih-benih penguasaan VOC terhadap Kesultanan Banten dan awal dari penghapusan Kekuasaan Kesultanan oleh VOC.

Rakyat Banten memiliki keunikan dalam mengenang peristiwa sejarah pahit tersebut, yaitu manakala ada orang licik, penuh intrik dan jahat maka masyarakat Banten menyebut orang tersebut dengan manusia licik dengan "akal koja".

Koja merujuk pada tempat tinggal asal Syarifah Fatimah di Batavia yang dikenal dengan kampung Arab. Pekojan adalah salah satu kelurahan di kecamatan Tambora, Jakarta Barat, Indonesia. Daerah Pekojan pada era kolonial Belanda kemudian dikenal sebagai kampung Arab.

Pemerintah Hindia Belanda pada abad ke-18 menetapkan Pekojan sebagai kampung Arab atau "Moor Hadrami". Kala itu, para imigran yang datang dari Hadramaut (Yaman Selatan) ini diwajibkan lebih dulu tinggal di sini.

Sumber:

https://www.idpelago.com/post/T2Nhd1U0QXBPSjBrYnZoeDRwYy8wQT09/arti-pribahasa-bahasa-sunda-akal-koja